Asas-Asas Yurisprudensi
Asas-Asas Yuriprudensi |
Yurisprudensi tidak bersifat “Stare Desis”, melainkan persuasive, yang berarti hakim tidak diwajibkan mengikuti keputusan-keputusan hakim sebelumnya dalam menghadapi kasus yang sama, tetapi hanya dapat dijadikan pedoman saja dan diperkenankan menyimpang dengan memberikan pertimbangan tentang penyimpangan tersebut.
1. Poernadi dan Soejono (1989 : 55-60) berpendapat sebagai berikut : Adapun asas-asas pokok yang dapat dianut oleh suatu negara mengenai peradilan tersebut adalah :
- Asas Precedent, sebagaimana dianut oleh negara-negara Anglo Saxon (seperti kerajaan Inggris, Amerika Serikat). Berarti bahwa petugas peradilan (hakim) terikat atau tidak boleh menyimpang dari keputusan-keputusan yang terlebih dahulu dari hakim yang tinggi atau yang sederajat tingkatnya.
- Asas bebas, yang ini maksudnya tidak lain adalah sebagai kebalikan dari asas Precedent.
Berdasarkan asas bebas, maka petugas peradilan tidak terikat pada keputusa-keputusan hakim yang lebih tinggi maupun yang sederajat tingkatnya.
Asas ini antara lain dianut di negara Belanda dan Perancis.
Asas ini antara lain dianut di negara Belanda dan Perancis.
Dalam praktek maka pelaksanaan masing-masing asas tersebut tidaklah demikian ketatnya, sehingga perbedaannya satu sama lain adalah pada asasnya saja, dan akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik apabila dilaksanakan secara konsekuen.
Di negara Belanda misalnya, walaupun dianut asas bebas, akan tetapi hakim rendahan sedikit banyaknya mengikat diri pada keputusan-keputusan yang terdahulu maupun kepada keputusan-keputusan hakim atasan. Hal sedemikian ada baiknya, oleh karena :
- Mencegah terjadinya kesimpangsiuran keputusan hakim hal mana tidak sesuai/serasi dengan kebutuhan akan kepastian hukum
- Mencegah terjadinya pengeluaran biaya yang kurang perlu, karena pihak yang kurang puas dengan keputusan yang bersangkutan sudah pasti akan naik banding sampai kasasi, sehingga ia mendapatkan kepuasan yang diketahuinya akan diberikan oleh hakim atasnya
- Mencegah timbulnya pandangan yang kurang baik pada pihak atasan
Di Indonesia, kedua kasus ini sesungguhnya dikenal dan berlaku. Asas bebas dalam suasana peradilan barat, sedangkan asas precedent dapat dijumpai dalam suasana peradilan hukum adat.
2. Dalam hal ini patut dikemukakan kata-kata dari Bapak Wirjono Prodjodikoro sebagai sambutan dalam buku Dian Yustisi (terbitan PT Bandung), antara lain :
“perlu diingat pula, bahwa sifat peradilan di Indonesia seperti di Benua Eropa bagian Kontinen, adalah demikian bahwa Pengadilan Negeri yang berlainan pendapat dengan pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung tentang penafsiran hukum tertulis, keluasan untuk mempertahankan pendiriannya betapapun ada kemungkinan besar putusannya akan dibatalkan lagi oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung”
3. Perlu dicatat pandangan S. Gautama sebagai argumentasinya dalam kasus NIKE, yang berpendapat bahwa : Yurisprudensi tidak bersifat “Stare Desis”, melainkan persuasive, yang berarti hakim tidak diwajibkan mengikuti keputusan-keputusan hakim sebelumnya dalam menghadapi kasus yang sama, tetapi hanya dapat dijadikan pedoman saja dan diperkenankan menyimpang dengan memberikan pertimbangan tentang penyimpangan tersebut.
MOH. HASAN WARGAKUSUMAH
Judul Lengkap, “Peningkatan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum”. Dikutip dari buku “Penyajian Hasil Penelitian Tentang Peranan Hukum Kebiasaan dalam Hukum Nasional”. (BPHN-Jakarta). 1992. Hlm. 83-84.
0 Response to "Asas-Asas Yurisprudensi"
Post a Comment
Berkomentar Dengan bijak ya